Kerusakan lingkungan yang terjadi dewasa ini harus kita pahami sebagai persoalan serius, yang mengancam kelangsungan dan kualitas hidup semua makhluk dimuka bumi ini. Kerusakan lingkungan bukan saja telah terjadi di permukaan dan perut bumi saja, tetapi juga sudah merambah ke lapisan atmosfer di langit. Disadari atau tidak, sebenarnya kita sudah tidak lagi memiliki tempat aman untuk berpijak .
Ada dua perspektif pendekatan untuk mengetahui, kenapa kerusakan lingkungan ini semakin menjadi-jadi. Pertama, perspektif kelangkaan (environmental scarcity), yang menjelaskan bahwa, kerusakan lingkungan disebabkan oleh adanya konflik penguasaan sumber daya. Konflik ini merupakan akibat dari pertambahan penduduk yang meningkat tajam, yang selanjutnya diikuti pula dengan tingginya permintaan terhadap hasil dari suatu sumber daya alam yang terbarukan (renewable resources). Dampak lebih lanjut dari meningkatnya permintaan terhadap hasil dari suatu sumber daya alam ini adalah, menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya itu sendiri. Situasi ini mendorong terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Dan pada gilirannya, eksploitasi ini akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, kelangkaan sumber daya, dan melahirkan konflik sosial.
Kedua, perspektif politik ekologi, yang menjelaskan bahwa; kerusakan lingkungan dan konflik tidak terlepas dari aspek kepentingan politik-ekonomi. Cara pandang ini berusaha menjelaskan masalah kerusakan lingkungan dengan memperhitungkan aspek kekuasaan, keadilan distribusi, cara pengontrolan, kepentingan jejaring lokal-nasional-global, kesejarahan, gender, dan peran aktor (Peluso dan Watts, 2001). Ketajaman perspektif politik ekologi terlihat dalam cara memahami kerusakan lingkungan sebagai akibat dari praktik kekuasaan dan pasar. Kerusakan di suatu wilayah bisa jadi karena adanya kekuatan pasar global yang tidak terlibat secara langsung. Kasus konflik dan kebakaran hutan, selalu terkait dengan kepentingan politik, ekonomi, pasar, dan terutama tentang cara pengontrolan terhadap pengelolaan sumber daya alam. Bukan karena kelangkaan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa perspektif “kelangkaan” akan mendorong isu kerusakan lingkungan sebagai hubungan “sebab-akibat” yang wajar, antara jumlah penduduk, permintaan, dan kelangkaan. Sebaliknya, perspektif politik ekologi justru menegaskan bahwa; kerusakan lingkungan terjadi karena adanya kesalahan dalam mengurus sumber daya alam, yang dilakukan oleh pihak yang berkuasa.
Aktivis lingkungan hidup, kebanyakan menggunakan perspektif politik ekologi dalam melakukan analisa dan advokasi terhadap kerusakan lingkungan. Sementara pihak pemerintah dan dunia usaha cenderung menggunakan perspektif kelangkaan. Sebenarnya kedua perspektif pendekatan di atas, merupakan kesatuan perspektif yang tidak perlu saling dipertentangkan. Sebab kita menyadari bahwa kerusakan lingkungan bisa terjadi karena adanya kelangkaan serta kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak kepada lingkungan.
Masalah kita sekarang bukanlah sekedar mencari kambing hitam atau pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban sehubungan dengan terjadinya kerusakan lingkungan tersebut. Akan tetapi yang lebih penting lagi, kita harus melangkah lebih maju untuk mendorong setiap orang agar mau terlibat dan berpartisipasi aktif dalam usaha-usaha pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi pada permukaan dan perut bumi, tentulah akan menjadi persoalan bagi masing-masing negara yang bersangkutan. Akan tetapi kerusakan lingkungan yang terjadi pada atmosfer bumi, akan menjadi persoalan bersama bagi tiap negara yang ada di muka bumi ini. Dan celakanya, dewasa ini isu mengenai kerusakan pada lapisan atmosfer bumi, sudah bukan merupakan prediksi atau ramalan lagi. Kerusakan itu sudah terjadi, dan sudah menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Isu tentang fenomena pemanasan global, pada saat ini menjadi perhatian utama pada tiap kajian tentang lingkungan. Dan menjadi keprihatinan bersama seluruh negara di dunia.
Ada dua perspektif pendekatan untuk mengetahui, kenapa kerusakan lingkungan ini semakin menjadi-jadi. Pertama, perspektif kelangkaan (environmental scarcity), yang menjelaskan bahwa, kerusakan lingkungan disebabkan oleh adanya konflik penguasaan sumber daya. Konflik ini merupakan akibat dari pertambahan penduduk yang meningkat tajam, yang selanjutnya diikuti pula dengan tingginya permintaan terhadap hasil dari suatu sumber daya alam yang terbarukan (renewable resources). Dampak lebih lanjut dari meningkatnya permintaan terhadap hasil dari suatu sumber daya alam ini adalah, menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya itu sendiri. Situasi ini mendorong terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Dan pada gilirannya, eksploitasi ini akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, kelangkaan sumber daya, dan melahirkan konflik sosial.
Kedua, perspektif politik ekologi, yang menjelaskan bahwa; kerusakan lingkungan dan konflik tidak terlepas dari aspek kepentingan politik-ekonomi. Cara pandang ini berusaha menjelaskan masalah kerusakan lingkungan dengan memperhitungkan aspek kekuasaan, keadilan distribusi, cara pengontrolan, kepentingan jejaring lokal-nasional-global, kesejarahan, gender, dan peran aktor (Peluso dan Watts, 2001). Ketajaman perspektif politik ekologi terlihat dalam cara memahami kerusakan lingkungan sebagai akibat dari praktik kekuasaan dan pasar. Kerusakan di suatu wilayah bisa jadi karena adanya kekuatan pasar global yang tidak terlibat secara langsung. Kasus konflik dan kebakaran hutan, selalu terkait dengan kepentingan politik, ekonomi, pasar, dan terutama tentang cara pengontrolan terhadap pengelolaan sumber daya alam. Bukan karena kelangkaan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa perspektif “kelangkaan” akan mendorong isu kerusakan lingkungan sebagai hubungan “sebab-akibat” yang wajar, antara jumlah penduduk, permintaan, dan kelangkaan. Sebaliknya, perspektif politik ekologi justru menegaskan bahwa; kerusakan lingkungan terjadi karena adanya kesalahan dalam mengurus sumber daya alam, yang dilakukan oleh pihak yang berkuasa.
Aktivis lingkungan hidup, kebanyakan menggunakan perspektif politik ekologi dalam melakukan analisa dan advokasi terhadap kerusakan lingkungan. Sementara pihak pemerintah dan dunia usaha cenderung menggunakan perspektif kelangkaan. Sebenarnya kedua perspektif pendekatan di atas, merupakan kesatuan perspektif yang tidak perlu saling dipertentangkan. Sebab kita menyadari bahwa kerusakan lingkungan bisa terjadi karena adanya kelangkaan serta kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak kepada lingkungan.
Masalah kita sekarang bukanlah sekedar mencari kambing hitam atau pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban sehubungan dengan terjadinya kerusakan lingkungan tersebut. Akan tetapi yang lebih penting lagi, kita harus melangkah lebih maju untuk mendorong setiap orang agar mau terlibat dan berpartisipasi aktif dalam usaha-usaha pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi pada permukaan dan perut bumi, tentulah akan menjadi persoalan bagi masing-masing negara yang bersangkutan. Akan tetapi kerusakan lingkungan yang terjadi pada atmosfer bumi, akan menjadi persoalan bersama bagi tiap negara yang ada di muka bumi ini. Dan celakanya, dewasa ini isu mengenai kerusakan pada lapisan atmosfer bumi, sudah bukan merupakan prediksi atau ramalan lagi. Kerusakan itu sudah terjadi, dan sudah menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Isu tentang fenomena pemanasan global, pada saat ini menjadi perhatian utama pada tiap kajian tentang lingkungan. Dan menjadi keprihatinan bersama seluruh negara di dunia.